Kondisi Masyarakat Adat Di Kalimantan Tengah
Kebudayaan Dayak di Kalimantan
Tengah bersumber dari pengaruh agama Hindu yang dikenal dengan kepercayaan
Kaharingan (Ranying Mahatala Langit) yang berarti sumber dari segala kehidupan.
Salah satu simbol kebudayaan Dayak, adalah Batang Garing (Pohon Kehidupan) yang
menggambarkan awal mula terbentuknya bumi, manusia , serta suatu jalan menuju
akhir untuk masa depan. Dalam perkembangannya, simbol batang garing ini
dipahami sebagai keseimbangan hubungan antar sesama manusia, hubungan manusia
dengan alam, dan hubungan manusia dengan sang Pencipta (Tuhan).
Pada
dasarnya masyarakat adat di Kalimantan Tengah masih memiliki kaitan yang erat
dengan hutan dan masih bergantung pada peran alam dalam kehidupan sehari-hari.
Karena salah satu faktornya, di Kalimantan terdapat Pahewan (hutan keramat)
yang tersebar di beberapa wilayah sebagai kawasan konservasi yang di lindungi
secara adat oleh masyarakat sekitar, serta dengan adanya hak adat seperti
Kaleka (bekas tempat tinggal para leluhur) dan situs-situs budaya yang terkait
dengan ritual kepercayaan Kaharingan. Hal itulah yang menjadikan hutan adat
menjadi hal yang sangat penting dan dihormati bagi masyarakat adat di
Kalimantan Tengah. Mereka masih menggantungkan diri dengan peranan hutan tempat
mereka tinggal dan menghargai roh-roh yang nenek moyang yang mendiami kawasan
adat mereka. Sebagian besar masyarakat menggantungkan diri dengan sektor pertanian,
produksi, dan perdagangan produk-produk alam. Hal ini membuktikan bahwa modal
alam telah menjadi tulang punggung perekonomian bagi masyarakat setempat,
selain sebagai sumber keragaman hayati dan ekosistem namun juga dapat menopang
pertumbuhan berkelanjutan (sustainable).
Masyarakat adat merupakan salah
satu pengelola dan penjaga hutan terbaik. Bahwasannya masyarakat adat telah
membuktikan mampu untuk mengelola hutan selama beberapa generasi. Mereka melindungi
hutan dan mengembangkan tanaman pangan dan mata pencharian ekonomi serta
kehidupan spiritual dalam hutan. Mereka juga berkontribusi terhadap pembangunan
daerah dan nasional dan berpartisipasi dalam pemulihan hutan yang rusak.
Pemerintah harus memberdayakan dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
komunitas-komunitas ini.
Masyarakat adat terus berupaya
melawan arus globalisasi yang perlahan menyingkirkan mereka dalam pesatnya
bisnis ekonomi dan menghancurkan hutan adat mereka. Namun dengan dengan
masuknya expansi perkebunan kelapa sawit dan banyaknya hutan adat yang mengalami
deforestasi yang tentunya akan merugikan masyarakat adat itu sendiri. Pada
dasarnya, kelapa sawit merupakan faktor pendorong perekonomian di Kalimantan
tengah, namun kelapa sawit juga merupakan penyebab deforestasi, sedimentasi,
pencemaran air, dan mengurangi kesuburan tanah.
Dalam
usaha pemberdayaan sumber daya, pemerintah telah memberikan ruang kepada
masyarakat adat agar mereka bisa terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Harapannya, masyarakat dapat memanfaatkan potensi diri mereka sebagai sumber
daya manusia yang berkualitas dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Pengalaman
historis masyarakat Dayak terhadap dinamika politik dan ekonomi merupakan
gambaran masyarakat dalam merespon permasalahan yang dihadapi dengan memahami
budaya Betang sebagai perjuangan membangun daerahnya sendiri dan mewujudkan
cita-cita untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Namun,
terlalu banyak kontroversi yang terjadi, pemerintah yang telah membawa masyarakat
terlibat dalam pengembangan sumber daya alam ini harus digeser oleh kepentingan
sepihak yang dilakukan oleh kaum elite dan para pemangku kepentingan. Mereka
memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang mana
akan memicu konflik karena ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat adat. Faktanya,
di beberapa wilayah Kalimantan Tengah masih terdapat banyak permasalahan yang
menyangkut tumpang-tindih kepentingan dan kekuasaan atas lahan-lahan masyarakat
adat. Adanya pengakuan atas hak keolola masyarakat adat yang harus berbenturan
dengan pihak pemilik modal seringkali membuat masyarakat adat kalah karena
mereka tidak memiliki bukti fisik sebagai bukti kepemilikan tanah adat yang
mereka kelola secara turun menurun. Sehingga pelanggaran atas tanah-tanah adat
ini memunculkan kesadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak mereka dengan
menggunakan atribut budaya.
Maka
dari itu, masyarakat adat yang merupakan pemanfaatan kawasan konservasi yang
mereka miliki dengan memberikan kepastian hukum yang jelas atas kepemilikan
tanah. Status tanah adat dapat ditetapkan sesuai dengan peraturan daerah
provinsi melalui penerbitan surat keterangan tanah adata atau SKTA oleh damang
atau yang biasanya dikenal sebagai otoritas adat.
Namun permasalahan yang terjadi
bukan hanya sampai disitu, penebangan kayu secara komersil juga menjadi
permasalahan yag harus di hadapi oleh masyarakat. Pemerintah menggalakan
program moratorium dan upaya untuk mempercepat proses peninjauan hukum atas
izin yang sudah diterbitkan, serta dengan adanya program adopsi pohon juga
merupakan salah satu cara melindungi hutan-hutan yang ada di Kalimantan Tengah,
dengan menggunakan sistem ini masyarakat adat yang ada disekitar hutan akan diberi
tanggung jawab untuk menjaga hutan dan tidak menebang pohonnya, biaya-biaya
yang disalurkan oleh para investor untuk mendukung program ini akan menjadi
salah satu pendapatan warga sekitar hutan adat. Maka, hutan dan masyarakat adat
tetap bisa hidup berdampingan dengan hutan tanpa menebang dan merusak ekosistem
sekitar hutan, karena mereka mendapatkan banyak manfaat dalam menjaga hutan
adat mereka.
Dari paparan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa eksistensi masyarakat adat akan terus berkembang selama
ekosistem mereka dan lahan-lahan teampat mata pencaharian mereka tetap terjaga.
Harapannya, pemerintah akan terus memberikan dukungan dalam pengembangan sumber
daya manusia maupun sumber daya alam dan terus membantu masyarakat adat
memperjuangkan hak mereka agar tidak dipermainkan oleh para pemegang
kepentingan sepihak.
Comments
Post a Comment